Keunikan Batik Indonesia
Batik
merupakan ikhwal kriya tekstil yang tak asing bagi orang Indonesia,
bahkan sering menjadi sebuah simbol akan bangsa Indonesia. Batik
dikenal erat kaitannya dengan kebudayaan etnis Jawa di Indonesia
bahkan semenjak zaman Raden Wijaya (1294-1309) pada masa kerajaan
Majapahit. Namun pada dasarnya berbagai bahan sandang memiliki corak
batik juga dari luar pulau Jawa, misalnya di beberapa tempat di
Sumatera, seperti Jambi bahkan beberapa tempat di Kalimantan dan
Sulawesi. Motif batik digunakan mulai dari hiasan, kain sarung, kopiah,
kemeja, bahkan kerudung dan banyak lagi. Namun hal yang sangat menarik
dengan batik adalah bahwa ia merupakan konsep yang tidak sederhana
bahkan dari sisi etimologinya. Batik dapat merepresentasikan ornamentasi
yang unik dan rumit dalam corak dan warna dan bentuk-bentuk geometris
yang ditampilkannya. Namun yang terpenting adalah bahwa batik dapat
pula merepresentasikan proses dari pembuatan corak dan ornamentasi yang
ditunjukkan di dalamnya.
Proses
batik atau dalam verbia disebut pula sebagai “mbatik”, merupakan hal
yang tidak sesederhana menggambarkan sebuah lukisan, misalnya.
Multiperspektif yang terpancar dari ornamentasinya merupakan hasil dari
proses dan tahapan-tahapan pseudo-algoritmik yang sangat menarik.
Berdasarkan publikasi “Batik: The Impact of Time and Environment” oleh
H. Santosa Doellah yang diterbitkan oleh Danar Hadi, terdapat
setidaknya tiga tahapan proses dalam ornamentasi batik, yakni:
- “Klowongan“, yang merupakan proses penggambaran dan pembentukan elemen dasar dari disain batik secara umum.
- Isen-isen“, yaitu proses pengisian bagian-bagian dari ornamen dari pola isen yang ditentukan. Terdapat beberapa pola yang biasa digunakan secara tradisional seperti motif cecek, sawut, cecek sawut, sisik melik, dan sebagainya.
- Ornamentasi Harmoni, yaitu penempatan berbagai latar belakang dari desain secara keseluruhan sehingga menunjukkan harmonisasi secara umum. Pola yang digunakan biasanya adalah pola ukel, galar, gringsing, atau beberapa pengaturan yang menunjukkan modifikasi tertentu dari pola isen, misalnya sekar sedhah, rembyang, sekar pacar, dan sebagainya.
Fraktal: Geometri Batik
Hal yang menakjubkan dari batik adalah bahwa batik adalah sebuah proses yang lahir dari sistem kognitif dan penggambaran akan alam dan lingkungan sekitar. Batik tercipta melalui pemetaan antara obyek di luar manusia pembatik dan artikulasi kognisi dan aspek psikomotorik yang tertuang dalam kriya batik.
Hal yang menakjubkan dari batik adalah bahwa batik adalah sebuah proses yang lahir dari sistem kognitif dan penggambaran akan alam dan lingkungan sekitar. Batik tercipta melalui pemetaan antara obyek di luar manusia pembatik dan artikulasi kognisi dan aspek psikomotorik yang tertuang dalam kriya batik.
Meski
batik tak mungkin bisa dilihat dengan melepaskan konteks dan proses
pembuatan dari batik tersebut, motif dan ornamentasi yang terkandung
dalam batik pun ternyata memiliki tingkat kompleksitas yang sangat
menarik.
Cara
pandang akan bentuk-bentuk geometris kita saat ini cenderung terkait
erat dengan geometri yang diwarisi dari cara pandang pakem Aristotelian
barat, yang memandang dimensi geometris sebagai bilangan asli. Dimensi
1 sebagai garis, dimensi 2 sebagai bangun datar, dimensi tiga sebagai
bangun ruang, dan seterusnya. Namun dunia ternyata tak sesederhana itu.
Perjalanan panjang sejarah ilmu pengetahuan telah membawa kita pada
kenyataan ilmu pengetahuan sebagaimana kita saksikan sekarang ini.
Dalam perjalanan filsafat ilmu pengetahuan, sains menjadi selalu
bersifat positif terhadap kenyataan; bahwa sains tak terbatas,
reduksionisme merupakan hal yang pada akhirnya akan membawa kita pada
penjelasan yang utama dan fundamental, dan seterusnya.
Kejadian
aneh kita anggap sebagai bentuk kerandoman. Ilmu pengetahuan telah
sangat percaya diri, hingga akhirnya meta-matematika mulai
mempertanyakan aritmatika (oleh matematikawan Kurt Godel, 1931),
filsafat mulai berbicara tentang paradoks dan keabsahan deduksi (oleh
filsuf Bertrand Russel, 1903), sosiologi mulai berbicara tentang
posmodernisme (sosiolog Jean Jaques Lyotard, 1979), gelombang karya seni
multi-perspektif seperti dadaisme pada senirupa dan psikodelik pada
seni musik, dan banyak lagi di hampir semua lini ilmu pengetahuan dan
seni modern, termasuk pertanyaan tentang panjang garis pantai dan bahwa
geometri mulai berkenalan dengan konsep fraktal (Benoit Mandelbrot,
1982). Filsafat ilmu pengetahuan akhirnya menyadari bahwa ada
permasalahan dalam cara bagaimana kita memandang dunia. Reduksionisme
filsafat sains dipertanyakan ketika akhirnya secara umum disadari bahwa
“keseluruhan jauh lebih besar daripada jumlah bagian-bagiannya”.
Dunia
itu ternyata tak linier, dan sains yang ada sekarang perlu
memperhatikan hal ini. Bahkan secara filosofis, ilmu pengetahuan yang
ada saat ini tak boleh berdiri sendiri dengan tradisi dan
konvensionalisme yang menyertainya. Pendekatan interdisiplin menjadi
penting. Kenyataan akan betapa tingginya kompleksitas alam semesta dan
lingkungan sosial kita akhirnya melahirkan bio-fisika, kimia komputasi,
ekonofisika, sosiologi komputasi, sains kognitif, ekonomi evolusioner,
dan sederet nama yang menggambarkan bagaimana ilmu pengetahuan mesti
mondar-mandir melintas batas pakemnya. Dalam perjalanan sejarah ilmu
pengetahuan modern, semua berlandas secara elementer pada cara kita
memandang dunia, di mana geometri klasik tak pelak adalah sebuah
fundamen-nya. Sejarah ilmu pengetahuan akhirnya menyadari bahwa fraktal
lebih baik dan lebih tepat dalam memandang dunia. Kajian yang berdasar
sifat fraktal yang menyadari “ke-tidak-purna-an” model semesta yang
salah satunya ditunjukkan dengan pengetahuan akan dimensi yang bukan
bilangan bulat, tapi justru adalah pecahan.
Kenyataan
bahwa batik bersifat fraktal seolah menjadi hal yang menunjukkan bahwa
ada kebijaksanaan terpendam dalam penggambaran dunia yang tak seperti
geometri Aristotelian yang kita kenal. Hal ini implisit dalam
karya-karya batik. Jika seni budaya dan sains modern telah berinteraksi
sedemikian sebagaimana kita kenal saat ini, maka jelas budaya kriya
batik telah berinteraksi dengan kebudayaan orang-orang yang tinggal di
kepulauan Indonesia. Jika fraktal telah menginspirasi perubahan dan
menjadi sumber kreativitas dan progresifitas sains di berbagai bidang
dalam bentuk interdisiplinaritas, bukankah menjadi tak mungkin jika
batik juga dapat memberi inspirasi dan sumber kreativitas cara pandang
yang lebih baik akan dunia?
Bukan
tak mungkin, bahasa orang Indonesia-nya interdisplinaritas adalah
gotong-royong, sebagaimana geometrinya orang Indonesia adalah batik.
Penemuan akan aspek fraktalitas pada batik (sebagaimana juga ditemukan
pada banyak aspek seni dan budaya kuno dan klasik lain di banyak
temapat ketika pengaruh Yunani dan Romawi kuno belum kuat, seperti
Cina, India, Arab) memberi kita peringatan bahwa kita perlu mengubah
cara pandang kita atas nilai tradisi dan warisan budaya kita. Menikmati
batik tak pernah sama dengan cara menikmati lukisan perspektif.
Menyelesaikan permasalahan secara mono-disiplin tak pernah sama dengan
menggunakan pendekatan interdisiplin.
Kenyataan
fraktalitas pada batik, sebagai aspek budaya visual yang erat dengan
budaya dan peradaban Indonesia menjadi sebuah hal yang sangat penting.
mbatik: dari ngisen dan iterasi komputasional ke seni generatif
Perkembangan sains dan teknologi modern telah membawa kita pada generasi dimana kita bisa melakukan simulasi yang meniru proses (baik proses alamiah, fisis, biologis, bahkan pergerakan harga dan interaksi sosial) secara komputasional. Dari berbagai pendekatan sains disadari bahwa banyak sekali fenomena alam dan sosial yang terlihat rumit, acak, chaos pada dasarnya berasal dari sesuatu yang sebenarnya sangat sederhana.
Perkembangan sains dan teknologi modern telah membawa kita pada generasi dimana kita bisa melakukan simulasi yang meniru proses (baik proses alamiah, fisis, biologis, bahkan pergerakan harga dan interaksi sosial) secara komputasional. Dari berbagai pendekatan sains disadari bahwa banyak sekali fenomena alam dan sosial yang terlihat rumit, acak, chaos pada dasarnya berasal dari sesuatu yang sebenarnya sangat sederhana.
Secara
aritmatik, pola matematis dan dinamika yang chaos dan terlihat
tak-deterministik dapat ditunjukkan dapat lahir dari apa yang
sebenarnya sederhana dan justru deterministik. Ini dapat dilakukan
karena teknologi komputer mengizinkan kita merekam dinamika secara
iteratif.
Bagaimana
dengan bentuk-bentuk dan pola yang rumit di alam, seperti awan, asap,
pola garis pantai, dan sebagainya yang terlihat acak dan rumit secara
visual itu? Teknologi komputasi, sebagaimana dapat diterapkan untuk
melihat pola aritmatika sederhana yang menghasilkan chaos dapat pula
diterapkan untuk melihat pola geometri sederhana yang menghasilkan
fraktal. Usaha melihat fenomena fraktal pada batik telah memperluas
pula khazanah dan peluang apresiasi yang lebih lagi pada batik.
Dekade
abad ke-21 merayakan perkembangan teknologi komputer yang sangat
pesat. Karya-karya seni, baik rupa maupun suara mulai mengakuisisi
teknologi ini untuk memperluas bidang cakupan dan ketakterbatasan daya
imajinasi dan kreativitas manusia. Salah satu aspeknya adalah pemahaman
akan seni generatif. Seni generatif visual modern diawali dengan
membuat aturan-aturan visualisasi yang secara berulang (iteratif)
memvisualkan bentuk sederhana sehingga pada akhirnya diperoleh
pola-pola yang rumit dan kompleks. Pola seni ini bertumpu pada proses
yang atas perulangan pola dan bentuk yang mirip pada media – sebuah
kreasi karya seni yang sering menyebut-nyebut seniman Belanda, G.
Escher (1898-1972) sebagai perintisnya dalam sejarah seni rupa modern.
Jelas pola berulang (baca: iteratif) akan menghasilkan bentuk fraktal
sebagaimana pola berulang aritmatik sederhana dapat menghasilkan pola
chaos.
Pigmentasi
kerang, pola sulir cangkang kerang, bentuk-bentuk rumit dari bunga
salju, pertumbuhan kanker, bahkan beberapa pola pergerakan harga saham
dan indeks dalam ekonomi menunjukkan pola-pola fraktal. Dengan
melakukan “peniruan” secara komputasional dengan berbagai sistem
komputasional, kita mengetahui bagaimana pola-pola kompleks dapat
terjadi di alam semesta dan lingkunngan sosial kita. Analisis semacam
ini dikenal pula sebagai bentuk analisis berdasarkan ilmu generatif, dan
berbagai obyek estetik yang melahirkannya dinamai seni generatif
komputasional. Dalam studi-studi komputasi dan ilmu geometri fraktal,
hal-hal seperti otomata selular, himpunan Mandelbrot dan Julia,
sistem-L, kurva Peano, dan sebagainya sering dijadikan bentuk referensi.
Ketika
batik telah dapat ditunjukkan pola fraktalnya, maka ia menjadi
memiliki peluang untuk dilihat sebagai bentuk generatif. Beruntung,
karena kita memang telah pula mengetahui pseudo-algoritma bagaimana
menghasilkan batik sebagaimana kita telah singgung sebelumnya: klowongan
>> isen >> harmonisasi. Bahkan bukan tak mungkin, beberapa
jenis pola fraktal yang telah dikenal sebagai “keindahan matematika”
dapat pula meng-inspirasi pola batik. Dari sini, penelitian menunjukkan
bahwa terdapat setidaknya 3 tipe pola fraktal yang secara komputasional
dapat menjadi bentuk motif batik fraktal generatif secara
komputasional, yakni:
Tipe 1: Fraktal sebagai Batik
beberapa jenis fraktal yang dikustomisasi sedemikian sehingga memiliki pola tertentu dapat didesain sebagai inspirasi atas konstruksi desain batik. Kustomisasi dapat dilakukan atas aturan-aturan iteratifnya, modifikasi pada bentuk pencorakan warna, dan sebagainya. Dalam demonstrasi berikut ini, kita mensimulasikan zooming dan kustomisasi teknis pewarnaan dari himpunan Mandelbrot yang dapat digunakan sebagai bahan dasar fraktal batik mode 1.
beberapa jenis fraktal yang dikustomisasi sedemikian sehingga memiliki pola tertentu dapat didesain sebagai inspirasi atas konstruksi desain batik. Kustomisasi dapat dilakukan atas aturan-aturan iteratifnya, modifikasi pada bentuk pencorakan warna, dan sebagainya. Dalam demonstrasi berikut ini, kita mensimulasikan zooming dan kustomisasi teknis pewarnaan dari himpunan Mandelbrot yang dapat digunakan sebagai bahan dasar fraktal batik mode 1.
Tipe 2: Hibrida Fraktal Batik
pola-pola dari fraktal dapat digunakan sebagai pola model utama dari ornamentasi dan dasar dekorasi bersama-sama dengan isen original dari motif dasar batik dan sebaliknya. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan secara komputasional apa yang merupakan motif batik tradisional dengan hasil adaptasi sedemikian dari fraktal non-batik. Modus disain ini menggabungkan secara estetik pola fraktal yangr dilahirkan secara komputasional dan apa yang dilahirkan melalui tradisi budaya batik yang luas dikenal. Dalam demonstrasi ini, ditunjukkan sebuah modifikasi dari sistem-L yang dirancang sehingga menghasilkan bentuk pengisian ruang (space-filling curves) yang dapat dijadikan sebagai bentuk bahan bagi batik untuk dikustomisasi.
pola-pola dari fraktal dapat digunakan sebagai pola model utama dari ornamentasi dan dasar dekorasi bersama-sama dengan isen original dari motif dasar batik dan sebaliknya. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan secara komputasional apa yang merupakan motif batik tradisional dengan hasil adaptasi sedemikian dari fraktal non-batik. Modus disain ini menggabungkan secara estetik pola fraktal yangr dilahirkan secara komputasional dan apa yang dilahirkan melalui tradisi budaya batik yang luas dikenal. Dalam demonstrasi ini, ditunjukkan sebuah modifikasi dari sistem-L yang dirancang sehingga menghasilkan bentuk pengisian ruang (space-filling curves) yang dapat dijadikan sebagai bentuk bahan bagi batik untuk dikustomisasi.
Tipe 3: Batik Inovasi Fraktal
merupakan bentuk implementasi dari gambar dengan pola tertentu dan atau acak dengan menggunakan bentuk-bentuk teselasi iteratif atau algoritma pengisian dari ornamentasi batik yang asali sebagai isen atau pola batik yang telah dikenal secara tradisional. Hal ini dapat dilakukan dengan ekstraksi motif dasar dari ornamentasi batik yang kemudian di-iterasi ulang dengan menggunakan pseudo-algoritma batik yang telah dikenal. Sebagai contoh demonstratif sebagaimana yang ditunjukkan pada contoh ini. Di sini, dua motif batik di-proses ulang secara komputasional dengan memberikan desain besar atas pola umum yang secara komputasional akan diproses (isen dan harmonisasi) yang menghasilkan sifat-sifat fraktal sehingga menghasilkan motif yang sama sekali baru dengan memperhatikan pola dan prinsip proses mbatik. Pengguna dapat melakukan kustomisasi dengan pewarnaan tertentu.
merupakan bentuk implementasi dari gambar dengan pola tertentu dan atau acak dengan menggunakan bentuk-bentuk teselasi iteratif atau algoritma pengisian dari ornamentasi batik yang asali sebagai isen atau pola batik yang telah dikenal secara tradisional. Hal ini dapat dilakukan dengan ekstraksi motif dasar dari ornamentasi batik yang kemudian di-iterasi ulang dengan menggunakan pseudo-algoritma batik yang telah dikenal. Sebagai contoh demonstratif sebagaimana yang ditunjukkan pada contoh ini. Di sini, dua motif batik di-proses ulang secara komputasional dengan memberikan desain besar atas pola umum yang secara komputasional akan diproses (isen dan harmonisasi) yang menghasilkan sifat-sifat fraktal sehingga menghasilkan motif yang sama sekali baru dengan memperhatikan pola dan prinsip proses mbatik. Pengguna dapat melakukan kustomisasi dengan pewarnaan tertentu.
Ketiga
pola ini merupakan bentuk dari implementasi generatif atas kesadaran
bagaimana batik memiliki sifat fraktal dan mendukung peluasan bentuk
apresiasi terhadap budaya tekstil Indonesia non-tenun ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar